PMKP Krai

Rabu, 11 April 2012

Limbah Serai Wangi Potensial sebagai
Pakan Ternak
 Limbah penyulingan serai wangi mengandung protein 7% dan serat kasar 26%, lebih baik dari jerami padi,
sehingga berpotensi sebagai pakan ternak. Pengembangan serai wangi dengan ternak dapat dilakukan dengan
pola nir limbah sebagai suatu sistem agribisnis terpadu.
 
S erai wangi (Cymbopogon nardus L.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Komponen utama minyak serai wangi adalah sitronela dan geraniol yang masing-masing mempunyai aroma yang khas. Komponen tersebut dapat diisolasi lalu diubah menjadi turunannya. Baik minyak, komponen utama maupun turunannya banyak digunakan dalam industri kosmetik, parfum, sabun, dan farmasi. Minyak atsiri serai wangi juga dapat digunakan sebagai insektisida, nematisida, antijamur, antibakteri, hama gudang maupun jamur kontaminan lainnya. Kebutuhan pasar serai wangi meningkat 3-5%/tahun. Negara pengimpor minyak serai wangi Indonesia yaitu Amerika Serikat, China, Taiwan, Singapura, Belanda, Jerman, dan Filipina. Harga minyak serai wangi berkisar Rp120.000- Rp140.000/kg, dengan harga terna basah (daun segar) Rp250 Rp500/ kg daun.
Dalam mendukung pengembangan serai wangi, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) telah menghasilkan tiga varietas unggul serai wangi berproduksi tinggi, yaitu G1, G2, dan G3. Produktivitas minyak varietas G1 berkisar antara 300-600 kg/ha/ tahun dengan kadar sitronela 44%, Varietas G2 280-580 kg/ha/tahun dengan kadar sitronela 46%, dan varietas G3 300-600 kg/ha/tahun dengan kadar sitronela 44%. Penggunaan varietas unggul sangat penting karena beberapa serai wangi lokal memiliki rendemen minyak yang sangat rendah.
 
Budi Dayanya Mudah Serai wangi tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut, namun akan berproduksi optimum pada 250 m dpl. Serai wangi cocok ditanam pada lahan terbuka (tidak terlindung) dengan intensitas cahaya 75-100%. Serai wangi memiliki daya hidup yang kuat sehingga sering ditanam pada lahan marginal. Namun, agar berproduksi tinggi, tanaman perlu dipupuk pada awal pertumbuhan dan setelah panen. Serai wangi ditanam tanpa pengolahan tanah, tetapi cukup dengan membuat lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dan jarak tanam 100 cm x 100 cm. Tiap lubang tanam diberi pupuk kandang 1-2 kg. Penanaman dilakukan pada musim hujan, dengan menanam 1-2 anakan tiap lubang. Penyulaman diperlukan bila ada tanaman yang mati pada umur 1-2 minggu setelah tanam. Pada umur 1 bulan setelah tanam, tanaman dibumbun dan dipupuk urea 100- 150 kg/ha, SP36 60-90 kg/ha, dan KCl 100-150 kg/ha, atau sesuai kesuburan tanah. Pemupukan selanjutnya dilakukan setelah panen pertama dan setiap 6 bulan sekali. Panen daun serai wangi pertama kali dapat dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan dan panen selanjutnya setiap 3 bulan. Jika panen terlambat, tanaman akan berbunga dan mutu minyak menurun. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dengan memangkas daun kira-kira 5 cm di bawah leher pelepah daun. Hasil daun segar pada panen tahun pertama rata-rata 20 t/ha dan hasil tertinggi pada tahun keempat yaitu 60 t/ha dengan empat kali panen . Serai wangi dapat dipanen sampai umur 6 tahun, namun bila dipelihara dengan baik, tanaman dapat dipanen sampai umur 10 tahun. Dengan rendemen 0,8-1,2%, produksi minyak pada tahun pertama berkisar antara 160-240 liter/ ha. Pada tahun 2011, harga minyak serai wangi berada pada kisaran Rp130.000-Rp135.000/l. Meningkatnya harga minyak serai wangi telah mendongkrak harga terna basah di tingkat petani. Harga terna basah di beberapa sentra produksi serai wangi berkisar antara Rp200- Rp500 sehingga pendapatan petani berada pada kisaran Rp4-Rp10 juta/ ha pada panen pertama. Pendapatan petani akan terus bertambah pada tahun kedua dan seterusnya sejalan dengan peningkatan produksi terna basah dan penurunan biaya produksi. Biaya budi daya serai wangi pada tahun kedua dan seterusnya hanya untuk pemeliharaan, pemupukan, dan panen.
Potensial untuk Pakan 
Limbah tanaman pangan dan perkebunan memiliki potensi yang besar dalam penyediaan pakan hijauan bagi ruminansia, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau. Limbah serai wangi dapat dimanfaatkan sebagai pakan hijauan untuk ternak. Limbah serai wangi mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan jerami . Kandungan proteinnya 7%, jauh di atas limbah jerami yang hanya 3,9%. Kadar protein dapat ditingkatkan dengan melakukan fermentasi menggunakan probion dan molase sehingga protein menjadi 11,2%. Limbah serai wangi memiliki kandungan serat kasar yang lebih baik (lebih rendah) dibandingkan dengan jerami dan rumput gajah, yaitu 25,7%. Limbah penyulingan serai wangi dapat digunakan langsung atau 1- 2 hari setelah penyulingan. Bila limbah telah kering dapat diperciki air hingga agak basah sebelum diberikan kepada ternak. Takaran untuk sapi adalah 10 kg limbah  serai wangi ditambah ampas tahu 10 kg untuk setiap kali pemberian. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi dan sore. Penggunaan limbah serai wangi sebagai pakan dapat mengurangi bau kurang sedap pada pupuk kandang. Serai wangi dapat dipanen
setiap 3 bulan. Dengan mengatur waktu panen, serai wangi dapat dipanen sepanjang tahun sehingga menjamin ketersediaan pakan.
 
Prospek Pengembangan

Tanaman serai wangi dapat tumbuh baik pada lahan marginal dan tingkat serangan OPT rendah sehingga pemeliharaannya mudah. Dengan demikian, serai wangi merupakan salah satu tanaman atsiri yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Selain menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai harga dan pasar cukup baik, limbah serai wangi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Pengembangan serai wangi bersama ternak dapat dilakukan dengan pola nir limbah sebagai suatu sistem agribisnis terpadu

Sabtu, 07 April 2012

PMKP Krai mengelola Minyak Serai

 Perum Perhutani khususnya di PMKP Krai

yang mengelola Minyak Kayu Putih & Minyak Serai Wangi

     Perusahaan umum yang dikelola negara sebagai produksi Minyak Kayu Putih terbesar di daerah Jawa Tengah PMKP Krai juga mengelola Minyak Atsiri yaitu : Minyak Serai Wangi dengan luas kebun berkisar 3.660 Ha yang ditanami tanaman pokok Kayu Putih. Berkat Assman PMKP Krai Bp.Yunasri  S.Hut dan berserta karyawan / staffnya mengajukan pergantian tanaman tumpangsari yang awalnya tanaman jagung diganti tanaman serai wangi yang bisa menetralisir hama ditanaman Kayu Putih. Selain itu tanaman yang mempunyai naman latin Cimbopogon Nardus L ini juga mempunyai kadar citronela dan geraniol yang bisa mengusir hama dengan baunya / aromatiknya.
Dengan adanya tanaman pengganti tumpangsari jagung yaitu Serai wangi tidak kalah hasilnya sama panen tanaman tumpangsari jagung kata Assman PMKP Krai Bp. Yunasri S.Hut maka semua LMDH se KPMKP Krai ikut berperan dalam mengembangkan / membudidayakan tanaman Serai wangi dikebun Tanaman Kayu Putih. Denagan ini KPMKP Krai juga menerima pesanan Minyak Serai Wangi dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu Assman KPMK Krai juga ingin menyejahterakan dan memandirikan lingkup LMDH se KPMKP Krai dengan adanya tanaman Serai Wangi.

KOMODITAS TANAMAN SEREH WANGI
Informasi Umum
 Sereh wangi dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti sere mangat (Aceh), sange-sange (Toba), sere (Gayo, Jawa, Madura), sarai (Minangkabau), sorai (Lampung), sereh (Sunda), see (Bali), patahampori (Bima), kendoung witu (Sumba), nau sina (Roti), bu muke (Timor), tenian nalai (Leti), timbuala (Gorontalo), langilo (Buol), dirangga (Goram), hisa-hisa (Ambon), isola (Nusa laut), bisa (Buru), hewuwu (Halmahera). Sedangkan nama asingnya adalah citronella grass.
  1.  Sereh wangi diduga berasal dari Srilanka. Nama latinnya adlah Cymbopogon nardus L., termasuk dalam suku Poaceae (rumput-rumputan).
  2. Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varietas mahapengiri dan varietas lenabatu. Var mahapengiri mampu memberikan mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dibandingkan var lenabatu.
  3.  Kedua Varietas tersebut dapat dibedakan dengan melihat / mengamati pertumbuhan daunnya. Daun sereh wangi var mahapengiri pada umur 6 bln akan merunduk, sehingga tinggi rumpun kurang dari 1 meter, sedangkan varietas lenabatu rumpunnya akan tumbuh lebih tinggi. Rumpun varietas mahapengiri berbentuk lebar dan rendah serta membutuhkan lahan yang lebih subur, sedangkan varietas lenabatu rumpunnya tinggi dan dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur.
Syarat tumbuh dan budidaya :
  •  Umumnya akan tumbuh di daerah dengan ketinggian rendah sampai dengan 4.000 m dpl. Namun pertumbuhan akan optimal pada areal dengan jenis tanah alluvial yang subur pada ketinggian sampai 2.500 m dpl, beriklim lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun.
  •  Pertumbuhan kurang baik pada tanah yang liat dengan tekstur ringan dan menahan air. Tanah berpasir dan cukup subur lebih baik daripada tanah berkapur untuk pertumbuhan sereh wangi.
  •  Iklim yang dikehendaki adalah yang mempunyai curah hujan 1.800 – 2.500 mm per tahun dengan distribusi yang meratadalam waktu 10 bulan.
  • Derajat keasaman (pH) yang disukai 6,0 – 7,5. Sinar matahari harus cukup. Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan rumpun tanaman dewasa.
  •  Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya agar dipangkas sebelum munculnya bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya akan lebih rendah.
  •  Panen daun sereh wangi pertama kali pada saat sudah berumur enam bulan sejak penanaman, panen selanjutnya dapat dilakukan tiga kali setiap tahunnya.
  • Kriteria/saat panen ditetapkan berdasarkan perkembangan, tinggi dan tingkat kedewasaan tanaman. Ketepatan waktu panen sangat berpengaruh pada mutu dan rendemen minyak atsirinya.
  • Waktu panen dilakukan sebaiknya pada pagi hari. Pemangkasan daun jangan terlalu rendah, cukup di pangkal daun karena bagian di bawah pangkal daun tidak mengandung minyak atsiri.
  • Tanaman sereh wangi dapat hidup sampai 6 tahun, tapi produktivitasnya sudah menurun.

Minyak sereh wangi
  1.  Dalam dunia perdagangan dikenal dua tipe minyak sereh wangi, yaitu tipe Ceylon dan tipe Jawa (Indonesia). Tipe Ceylon kebanyakan diproduksi di Srilanka, sedangkan tipe Jawa diproduksi selain di jawa juga dibeberapa negara lain seperti Cina, Honduras dan Guatemala.
  2.  Mutu Minyak sereh wangi tipe Ceylon tidak dapat menyaingi mutu tipe Jawa.
  3. Daerah penanaman dn produksi minyak sereh wangi di Indonesia terutama di Jawa, khususnya di Jabar dan Jateng. Menurut data Stastistik, daerah yang mengembangkan sereh wangi hanya di Riau, Jabar, Jateng, Kalbar dan Sulsel.
  4. Pangsa produksi minyak sereh wangi Jabar & Jateng mencapai 95 % dari total produksi Indonesia. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah : Pandeglang, Bandung, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Lebak, Garut dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah KPMKP Krai, Cilacap dan Pemalang.
  5.  Beberapa negara yang selalu aktif membeli minyak sereh wangi Indonesia antara lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, India, dan Taiwan. Dengan pembeli utama adalah AS, Preancis, Italia, Singapura dan Taiwan.
Mutu Minyak sereh wangi

  •  Mutu minyak sereh wangi ditentukan oleh kandungan komponen utamanya dan kemurniannya. Komponen utama adalah kandungan sitronelal dan geraniol, yang biasanya dinyatakan dalam geraniol jumlah. Tidak boleh mengandung bahan asing, seperti minyak lemak, alcohol, m. tanah, m. terpentin, etilen glikol, hekslen glikol.
 Kriteria mutu berdasarkan SII 0025/1979 untuk minyak sereh wangi jawa adalah :
• Warna: kuning pucat sampai kuning kecoklatan
• Geraniol-jumlah : minimum 85%
• Sitronelal : minimum 35%
• Sisa penyulingan uap : maksimum 2,5
• Titik nyala : 74o C
• Alkohol (ethanol), minyak lemak, & minyak pelican : negatif
• Kelarutan dalam alcohol 80 % : 1:2 jernih dan seterusnya opalensi
(maksimum)
Kriteria mutu untuk minyak sereh wangi jawa berdasarkan Essential Oil Association of USA (EOA) adalah :
• Penampilan, Warna, bau : minyak kurang encer, warna kuning muda sampai kuning kecoklatan, bau aldehid
• Bobot jenis pada 25o C : 0,875 – 0,893
• Putaran optik : (-)0o30 – (-) 6o
• Indeks refraksi pada 20oC : 1.4660 – 1.4745
• Kandungan geraniol : 85 – 97 %
• Kandungan sitronelal : 30 – 45 %
• Kelarutan dalam alkohol 80 % : larutan jernih dalam 1 – 2 volume, dan seterusnya opalensi

Kegunaan minyak sereh wangi
  •  Digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, bahan pengilap dan aneka ragam preparasi teknis.
Proses produksi minyak sereh wangi



  1.  Proses pengambilan minyak sereh wangi dilakukan melalui proses penyulingan. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 – 1,2 %, tergantung jenis sereh wangi, serta penanganan dan efektifitas penyulingannya.
  2. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam peningkatan mutu minyak sereh wangi diantaranya adalah penanganan terhadap daun hasil panen yang akan diambil minyaknya. Sebelum disuling daun tersebut sebaiknya dikeringkan dulu beberapa saat, dlam cuaca baik membutuhkan waktu 3 – 4 jam. Selama pengeringan daun harus dibolak balik.
  3.  Daun setelah dikeringkan hendaknya segera dilakukan penyulingan, karena penyimpanan daun yang terlalu lama akan menurunkan mutu minyak sereh wangi yang diperoleh.

DAUN ADALAH NAFASKU

TANPA TANAMAN TIADA KEHIDUPAN 

minyak serai sebagai bahan bio - aditif

PENGGUNAAN MINYAK SERAIWANGI
SEBAGAI BAHAN BIO-ADITIF BAHAN BAKAR MINYAK


Kecemasan makin menipisnya cadangan sumber energi Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini menghantui masyarakat dunia. Bagaimana tidak, ketersediaan sumber energi semakin berkurang, sementara penggunaannya terus meningkat seiring dengan meningkatnya aktifitas industri, jumlah kendaraan bermotor, maupun aktivitas lainnya yang terus berjalan sepanjang peradaban manusia.
Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak, kebijakan energi nasional mentargetkan pada tahun 2000-2025 sebesar 5% kebutuhan energi nasional harus dapat dipenuhi melalui pemanfaatan biofuel sebagai energi baru.
Penggunaan biofuel merupakan alternative pengganti/subtitusi energi yang paling menjanjikan, biofuel yang merupakan sumber energi dari bahan-bahan materi non-fosil dengan sejumlah keuntungan dari mudahnya diproduksi, bersifat renewable, sampai pada efek polusi yang tidak membahayakan. Namun menurut IMF, peningkatan permintaan bahan dasar biofuel memberikan pengaruh besar 15-30% terhadap kenaikan bahan pangan dunia. Sehingga penggunaan biofuel sebaiknya tidak menggunakan bahan dasar biofuel yang juga berfungsi sebagai pangan.
Salah satu solusi penghematan bahan bakar minyak lainnya adalah penggunaan bahan aditif yaitu suatu bahan yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak (BBM) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pembakaran atau menyempurnakan pembakaran dalam ruang bakar mesin, sehingga tenaga yang dihasilkan menjadi lebih besar, dan volume penggunaan bahan bakar minyak lebih sedikit setiap jarak tempuh atau satuan waktu pemakaian bahan bakar minyak. Beberapa contoh bahan aditif yang sering digunakan antara lain Matallic
compound merupakan bahan antiknock yang mengandung logam, di antaranya adalah tetra ethyl lead (TEL) dengan rumus kimianya Pb(C2H5)4, tetra methyl lead (TML) dengan rumus Pb(CH3)4, metilcyclopentadienyl manganestricarbonyl (MMT) rumus kimianya adalah CH3C5H4Mn(CO)3. TEL adalah antiknock yang mengandung timah hitam (Pb) merupakan cairan berat, begitu juga dengan TML, yang dapat larut dalam bensin dan berfungsi menaikkan angka oktan. Namun jenis aditif ini mulai ditinggalkan karena kandungan logam Pb dan akan menimbulkan gas buang yang bersifat toxic, demikian juga dengan MMT. Ada alternatif aditif yang lebih baik dari itu, salah satunya minyak atsiri yang mempunyai karakteristik yang menyerupai/mendekati karakteristik bahan bakar minyak, seperti berat jenis, titik didih, dan sifat mudah menguap adalah minyak seraiwangi. Minyak ini tersusun dari senyawa-senyawa organik hidrokarbon yang spesifik dan hidrokarbon oksigenat. Minyak seraiwangi dengan kandungan hidrokarbon yang diharapkan bisa dijadikan sebagai aditif untuk bahan bakar minyak. Atas dasar itu minyak atsiri dari seraiwangi telah diteliti dan diformulasikan menjadi aditif untuk meningkatkan kinerja bahan bakar minyak, yang ditunjukkan untuk mengurangi volume konsumsi BBM, membersihkan residu pengotor pada mesin dan mengurangi emisi gas buang.

Minyak Atsiri Serai wangi
Minyak serai wangi diperoleh dari penyulingan tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus L) yang mengandung senyawa sitronellal sekitar 32-45%, geraniol 10-12%, sitronellol 11-15%, geranil asetat 3-8%, sitronellal asetat 2-4% dan sedikit mengandung seskuiterpen serta senyawa lainnya.
Komponen utama minyak serai wangi adalah sitronellal dan geraniol yang masing-masing mempunyai aroma yang khas dan melebihi keharuman minyak serai sendiri. Komponen-komponen tersebut diisolasi lalu diubah menjadi turunannya. Baik minyak, komponen utama atau turunannya banyak digunakan dalam industri kosmetika, parfum, sabun dan farmasi. Kandungan sitronellal dan geraniol yang tinggi merupakan persyaratan ekspor. Minyak yang kurang memenuhi persyaratan ekspor, dijual di pasar dalam negeri sebagai bahan baku industri sabun, pasta gigi dan obat-obatan. Sebelum Perang dunia kedua, Indonesia merupakan negara pengekspor utama minyak serai wangi. Karena kebutuhan pasar selalu meningkat 3-5% per tahun. Untuk meningkatkan produktivitas dan mutu minyak tersebut, Balittro telah mendapatkan 3 varietas unggul seraiwangi produksi tinggi yaitu Gl, G2, dan G3 dengan produktivitas minyak masing-masing 300-600 kg/ha/th dengan kadar sitronela 44%, 280-580 kg/ha/th dengan kadar sitronella 46%, dan 300-600 kg/ha/th dengan kadar sitronela 44%. Pada saat ini pengembangan tanaman serai wangi dilakukan di Kebun Percobaan Balittro di Manoko, Lembang Bandung.
Minyak seraiwangi sebagai bio-aditif
Penggunaan minyak serai wangi sebagai bio-aditif diawali dengan serangkaian penelitian dari penyulingan tanaman serai wangi, dan dilanjutkan dengan karakterisasi minyak atsiri seperti meliputi berat jenis, kekentalan, titik nyala, titik didih, derajat penguapan, residu penguapan, kadar sulfur, angka kalori dan komposisi kimia menggunakan GCMS. Dari hasil data parameter yang diperoleh kemudian diformulasikan sebagai bio-aditif. Pengujian formula meliputi berat jenis, kekentalan, titik nyala, derajat penguapan, residu penguapan, angka octan, angka cetana dan karakter pembakaran serta pengujian campuran aditif dengan bensin dan solar. Pengujian di lapang dilakukan untuk aplikasi aditif dan bahan bakar pada kendaraan bermotor. Parameter yang diuji terdiri dari kinerja pembakaran pada mesin (power performance), residu deposit karbon, komposisi gas buang dan tingkat penurunan konsumsi bahan bakar. Penggunaan bio-aditif dari serai wangi dapat menghemat penggunaan bensin 30-50 % pada kendaraan roda 2 , sedangkan pada kendaraan roda 4 penambahan aditif dapat menghemat 15-25% . Artinya bahwa jarak tempuh kendaraan roda 2 maupun 4 akan lebih jauh dengan penambahan bio-aditif serai wangi dengan volume bensin yang sama dibandingkan dengan tanpa penambahan bio-aditif ini. Penggunaan bio-aditif pada kendaraan roda 4 dengan bahan bakar solar juga dapat menghemat 15-40% . Bio-aditif serai wangi 100% bahan baku dari minyak atsiri (nabati), tidak mengandung bahan sintetis, dapat berfungsi sebagai katalisator dan mempunyai sifat detergensi pada system bahan bakar mesin sehingga memberikan manfaat; menghemat BBM, menyempurnakan proses pembakaran BBM, membersihkan sistem bahan bakar (fuel system) sejak dari tangki, karburator/injection sampai ruang bakar, menghaluskan suara mesin, mempertahankan temperatur mesin pada kondisi normal hingga terhindar dari over heating, menurunkan kadar emisi dari gas buangan beracun, mengurangi asap hitam, tidak menimbulkan iritasi kulit, tidak bersifat korosif dan tidak explosive.
Bio-aditif berbasis seraiwangi untuk sementara diberi nama Gastrofac untuk BBM bensin dan, Cetrofac untuk solar, dan telah dilaunching pada acara ENIP 2010 (Expo Nasional Inovasi Perkebunan) 12-14 November 2010. Penggunaan bio-aditif ini dapat dilakukan dengan menambahkan 1 ml bio-aditif ke dalam 1000 ml bahan bakar minyak bensin atau solar kendaraan, tunggu 4-6 detik, dan dapat dirasakan bedanya ketika dikendarai. Pengembangan formula bio-aditif berbasis minyak seraiwangi kini masih terus dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, bekerjasama dengan PT. Sinergi Alam Bersama. Penggunaan aditif nabati diharapkan dapat membantu program penghematan BBM, berkontribusi dalam mengurangi polusi udara dan pemanasan global, meningkatkan penggunaan bahan dalam negeri, serta upaya dalam pemberdayaan petani.